Flores Timur, Tren24reportase.com – Ritual ‘Amet Prat Prat Marin’ yang dijalankan oleh penjaga gunung Langowuyo alias Ileboleng, kali ini masuk ke 27 desa dari 79 Desa yang telah menyatakan kesalahan mereka di Puncak Ileboleng pada masa lalu yang berdampak ‘Murka Alam‘ dalam bentuk bencana Seroja pada April lalu. Diyakini oleh seluruh masyarakat Lamaholot terhadap bencana teraneh dan tidak dapat dicerna lewat sains sepanjang abad ini.

Adapun pantang larang yang disampaikan Paulus Laga Ama bahwa saat kita berada di puncak Ileboleng harus kita taati tatakrama dalam bertutur, semisal kita melihat pesawat maka kita harusnya mengatakan sebutan pesawat tadi dengan kata “Lusi” dan jika kita melihat kapal laut maka sebutannya “Lutek”, dan yang lainnya seperti perbekalan kita misalnya bawa nasi maka kita harus mengatakan ‘jagung atau “wata“, dan ikan segar atau kering dengan sebutan ‘kletèk‘, lalu harus diperhatikan dengan perilaku seperti coret atau menulis pada dinding batu atau bercinta juga dilarang keras. Sesuai ketentuan Pantang Larang ini bagi warga masyarakat pada umumnya belum mengetahuinya lantaran pendakian yang dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa melalui Penjaganya di Desa Helanlangowuyo.
Untuk itu, semenjak bencana 4 April 2021, dengan melihat fakta di masing-masing titik kejadian bencana menyadarkan semua orang bahwa ini bukan sekedar bencana namun lebih dari ‘Murka Leluhur‘ atas kesalahan para pelancong di puncak Ileboleng sebelumnya. Proses Ritual kali ini sungguh membuat seluruh warga yang menyaksikan jalannya ritual dari awal penyambutan sudah memukau seluruh warga lantaran sapaan dalam syair sastra lamaholot Adonara yang menggetarkan dan memukau ribuan pasang mata yang menyaksikan. Seperti sambutan dari Tokoh Masyarakat Desa Waihelan Bukit Seburi 2 bapak Martinus lke “Puken patih Nalan Kamen ti Nusa Tadon Adonara di Roi Dengero’ Kae’ Nii, ti akeh tula’ Tu’paro’ muuu’,ti Tadon Adonara di lileh li’tiro’ kae’ niii ti akeh ta’an luga’ Gowa balik ” yang artinya Karena kesalahan yang telah kami lakukan hingga seluruh masyarakat mengetahuinya dan karena ini diharapkan untuk tidak diulangi lagi kesalahan ini, demikian pesan Ama Ike kepada sekalian khalayak yang hadir pada kesempatan itu.

Berikut sambutan Kepala Desa Lamahelan Helanlangowuyo Dominikus Daton Doni sebagai kepala pemerintah Desa tertantang untuk harus mengimbangi sapaan dari Tokoh Masyarakat Desa Waihelan Bukit Seburi 2 dalam syair sastra Lamaholotnya dengan menyampaikan demikian ” Lewo Tuwagoe tobi Tanah Lapan Gawak Bao Lelayo Helan Buli Lolon, Tanah Wai’ Lolon Lina adalah sebutan predikat untuk nama desa Waihelan dalam sastra adat Lamaholotnya, dilanjutkan pada inti pesan dalam bahasa sastranya bahwa ” Teke‘ woloh tanga ile lado bolo ma’an wuk’un puloh tekèmèleng di mo’ peduli hala’ , Luat Lungun Gawi Uaken selidi’ Rarhum lema tewèloran sudi mo’ perain kuran” (artinya “Perjalanan panjang yang melelahkan namun Tidak pernah Mengeluh”) masih dilanjutkan Daton Doni dalam pesan sastranya “Soka liko Lewotanah, Neba’ Lapak Lewotanah”(artinya “menjaga nama baik desa”, red), hingga pada bagian akhir sambutannya calon wakil Rakyat pada 2024 ini bersastra kembali bahwa “Peten Dike’ mo’on Wua’ sipiripisina pulo kae’ ti metèh ma’an sidi’ laran, Sudi Sare’ mo’on Malu’ sidiridi yawah lema kae’ ti Pehen ma’an Upa’ ewa…ti temodok larantukan di irek tetinai Doan, ti Bèwalet ewa lolon di lèga lali rai Lela”(yang artinya segala pesan petua para tetua kita terdahulu mengharuskan kita ingat pesan mereka untuk dijadikan perisai dan skaligus penuntun kehidupan kita selanjutnya agar tidak ada aral rintangan menghadang”, red). Pada kesempatan giliran sapaan Penjaga ileboleng Paulus Laga Ama menyatakan bahwa Ritual “Bau’lolon” menyampaikan maksud dan tujuan bapak ibu sekalian telah terlaksana dengan baik dan harapan agar tidak diulangi kembali dalam syair sastranya “Ta’aro’ lepata’ kelaita’ kae’ni, Natoh akeh ma’an timu toban betè’ belè teke’ lewo tukan dai….Ta’aro hebaka’ genèwa’ ti akeh ma’an warat bogoh wati’ warat Luat tanah lolon hau” himbau Ama Laga.
Kembali beliau menegaskan tentang petunjuk teknis ritual turuntemurun di puncak ileboleng ini dengan kalimat sastra lamaholot Adonaranya bahwa “Puken Ra’ Tuga’ Ta’uro’ Kae’ , Nimun Ra’ Oi Liwuro’ Kae’ pe Butah Metè’ Walan marah,Tanah Tawan Gere Nekhun “,tandas Laga Ama. Pembawa acara bapak Jon Nuho kembali menutup acara berjalannya Rangkaian sapaan mengatakan berakhirnya acara, menyempatkan sebuah janji yang belum ditunaikan oleh wabup Agus Payong Boli tentang Tenda jadi buat masyarakat Desa Helanlangowuyo pada acara pergantian tahun lalu. (Bernard)
More Stories
Gerombolan Sindikat Mafia Tanah Di Kabupaten Purwakarta, Diduga Dibeking Oknum TNI Luar Purwakarta
Kompi Senapan A Yonif 143 Terima Kunjungan Siswa-Siswi TKIT Gedong Tataan
Bupati Anwar Sadat Lepas Jamaah Calon Haji 1444H/2023M